Senin, Januari 31, 2011

Lelaki Sholeh

Lelaki adalah pemimpin
wanita. Ia juga manjadi
bapak, teman hidup.
Sebaliknya wanita bukanlah
sebagai lawan dan musuh.
Ini adalah ketetuan yang
mutlak. Dengan demikian
lelaki tidaklah sama dengan
wanita, sebaliknya wanita
tidak mungkin dapat
mengubah dirinya menjadi
laki-laki, meskipun hal itu
sangat ia inginkan.
Persamaan dalam beberapa
persoalan yang telah
ditetapkan Allah pada kedua
insan tersebut, jelas tidak
dapat dijadikan dasar dan
alasan untuk menyamakan
duanya. Demikian pula
perbedaan yang telah ada
bagi keduanya, tidak boleh
dijadikan sebagai alasan dan
dalil untuk menuduh Allah
tidak adil. Lalu menuntut agar
perbadaan itu dihilangkan
dan persamaan wajib
ditegakkan. Sikap seperti ini
adalah suatu kezaliman dan
kekufuran yang besar
terhadap yang Maha Dasyat.
Untuk itu, persoalan ini harus
jelas dan harus difahami
betul oleh kaum muslimin,
agar mereka tidak tergolong
dalam kelompok orang-
orang yang bingung dan
terombang-ambing dalam
menuntut kebebasan dan
persamaan hak antara laki-
laki dan perempuan.
Menampilkan suatu figur atau
sosok lelaki sholeh, yang
disebutkan dalam Al Quran
sebagai : mereka mencintai
Allah dan Allah mencintai
mereka, yang bersikap
lemah-lembut terhadap
orang beriman, yang
bersikap tegas terhadap
orang kafir, yang berjihad di
jalan Allah dan yang tidak
takut kepada celaan orang-
orang yang suka mencela.
(QS, Al-Maidah 5 : 54),
sebagai figur ahlul jannah,
dalam suatu bentuk tulasan
atau karangan bagaikan
melukis di atas air, sangat
sulit dan sangat luas.
Siapapun boleh
mengungkapkan dengan
bermacam-macam teori dan
pendapat serta analisa dalam
berbagai dimensi kehidupan.
Namun dengan teuri semata
jauh daripada cukup.
Sungguh ia tidak dapat
difahami dengan benar dan
sempurna melainkan orang
yang hidup bersama
kesholehan itu. Sebagaimana
halnya masalah jihad!
Seorang penulis yang bijak,
kerjanya di dalam bilik saja,
meskipun ia mampu
menyusun suatu
perpustakaan tafsir yang
berhubungan dengan
masalah jihad, namun ia
tidak akan dapat memahami
dan merasakan keadaan
jihad yang sebenarnya. Lain
halnya dengan seorang
mujahid (orang yang
berjihad). Meskipun ilmunya
tidak begitu tinggi, namun
karena jihad merupakan
pekerjaan hariannya, maka
pemahaman dan
pengetahuaannya tentang
jihad tentu lebih afdhol
(utama) daripada ulama yang
hanya pandai berbicara dan
menulis.
MAKNA LELAKI SHOLEH
Adapun gambaran orang
yang sholeh sebagai orang
yang berjenggot tebal,
bersurban panjang,
bergamis putih, juga sebagai
orang yang selalu membawa
tasbih, bersiwak, berwangi-
wangi, memakai celak mata,
bila berdoa dengan doa yang
panjang, tidak meninggalkan
sholat malam, bukanlah
satu-satunya gambaran dan
makna yang dimaksud.
Sesungguhnya kesholehan
itu tidak dapat diukur dengan
bekas dan ciri-ciri lahiriyah
semata, tetapi ia berkaitan
erat dengan masalah aqidah
dan keyakinan masalah Al
Wala ’ dan Al Baro’ yakni
kepada siapa ia memberikan
dan menyerahkan loyalitas
dan terhadap pihak mana ia
menolah, melawan dan
berlepas diri. Perkara yang
palig besar dalam kehidupan
ini adalah Tauhid. Apabila
Tauhid tidak betul, maka
seluruh amala yang
bertopang di atasnya tidak
bernilai dan sia-sia. Dan
tauhid itu tidak akan tegak
dan tidak akan menjadi
kenyataan di muka bumi
kecuali setelah jelas kepada
siapa kita memberikan
loyalitas dan terhadap pihak
mana kita berlepas diri.
Suatu hari Khalifah Umar
Radhiyallahu ‘Anhu
diberitahu tentang seseorang
yang amalan lahiriyahnya
sangat mengagumkan. Ia
berkata : Alangkah sholeh
orang itu, wudhu ’nya
sempurna dan sholatnya
sedemikian khusuk.
Mendengar itu Umar
bertanya : Apakah engkau
tinggal /hidup bersama
dengan dia? Orang itu
menjawab : Tidak! Umar
bertanya lagi: apakah engkau
pernah menguji dengan
harta? Orang itu berkata:
Tidak pernah? Lalu berkata:
betapakah engkau
mengatakan sesuatu bahwa
dia orang sholeh padahal
engkau tidak hidup
bersamanya dan
bermu ’amalah dengannya?
Kalaulah amalan itu diukur
dengan lahiriyahnya maka
sungguh amat banyak orang
yang dapat disebut sholeh.
Tetapi Umar Radhiyallahu
‘ Anhu tidak menerima berita
yang hanya diketahui dari
gambaran lahiriyahnya
semata, karena terlalu
banyak perkara lahiriyahnya
tampak baik akan tetapi
tampak palsu da sesat.
Contoh diatas barangkali
cukup untuk memberikan
definisi sholeh. Karena kita
meyakini khalifah Umar
Radhiyallahu ‘Anhu adalah
orang yang sholeh, pelopor
kesholehan, dan selalu
hudup bersama kesholehan.
Sehingga manakala ia
menolak kesaksian
seseorang yang sifatnya
lahiriyah belaka, berarti di
sana tersembunyi suatu
pengertian hakiki dan
menyeluruh.
Oleh karena itu memahami
makna lelaki sholeh, tidak
cukup dengan hanya
mengetahui tanda-tanda dan
ciri lahir semata. Namun ia
lebih jauh dan
lebihmendalam daripada
itu.perkara-perkara yang
bersangkutan dengan
keyakinan, tujuan dan
pandangan hidup,
merupakan salah satu yang
patut dipertimbangkan untuk
memastikan atau
menunjukkan apakah
seorang itu tergolong di
dalam kelompok orang figur
ahli syurga. Adapun
mengenai lelaki sholeh di
dalam Al-Quran dan hadits
sepanjang yang dapat
difahami digambarkan
sebagai orang yang :
1.Sangat taat kepada Allah
dan Rasul-Nya
2.Jihad fisabilillah adalah
program hidupnya
3.Mati Syahid adalah cita-cita
hidupnya
4.Sabar menghadapi cobaan
dan ujian Allah
5.Ikhlas dalam beramal
6.Kampung akherat tujuan
utamanya
7.Sangat takut kepada Allah
dan ancamanNya
8.Selalu mohon ampun atas
dosa-dosanya
9.Zuhud dengan dunia akan
tetapi tidak meninggalkannya
10.Sholat malam menjadi
kebiasaannya
11.Tawakkal penuh kepada
Allah dan tidak mengeluh
kecuali kepadaNya
12.Selalu berinfaq dalam
kelapangan dan kesempitan
13.Kasih sayang sesama
mukmin, dan sangat kuat
memelihara ukhuwah di
antara mereka
14.Sangat kuat amar ma ’ruf
dan nahi mungkar
15.Sangat kuat memengang
amanah, janji, dan rahasia
16.Pemaaf dan lapang dada
menghadapi kebodohan
manusia dan koreksi ikhwan
dan tawaddhu’ kepada Allah
17.Kasih sayang dan penuh
pengertian kepada keluarga
Selain sifat-sifat diatas, akan
ditemui pula bahwasannya
orang sholeh itu paling
banyak mendapatkan ujian
dan bala ’ dari Allah setalah
para Nabi dan orang-orang
mulia. Tetapi mereka tetap
teguh dalam keimanan. Tidak
lemah dalam banyaknya
penderitaan dan kemiskinan,
demikian pula tidak mudah
menyerah kalah dari
keganasan dan
kesewanangan musuh.
“Dan beberapa banyaknya
nabi yang berperang
bersama-sama mereka
sejumlah besar dari
pengikutnya yang bertaqwa.
Mereka tidak menjadi lemah
karena bencana yang
menimpa mereka di jalan
Allah dan tidak lesu dan tidak
(pula) menyerah (kepada
musuh). Allah menyukai
orang-orang yang
sabar. ” (QS Ali Imron 3:146)
Orang yang paling banyak
mendapat ujian / bala ’ ialah
para Nabi, kemudian yang
semisal (yang mulia),
kemudian yang lebih mulia.
Seseorang itu diuji
berdasarkan Diennya. Jika ia
kuat berpegang kepada
diennya, maka ia diuji sesuai
dengan kada diennya itu.
Maka ujian akan terus
menimpa seorang hamba
sehingga ia bebas di dunia ini
dari segala kesalahan / dosa.
(HR. Bukhari, Ahmad dan
Tirmidzi)
Semoga kita termasuk
orang-orang yang
digolongkan Allah ke dalam
golongan syuhada ’ atau
sholehin yang telah di ridhoi
Allah. Sebagai orang-orang
yang dijanjikan mendapat
kenikmatan terbesar
bersama para nabi dan
shiddiqien, karena kesabaran
mereka dalam menghadapi
segala macam derita dan
malapetaka.
Maroji’
Lelaki Sholeh martabat dan di
antara perwatakan serta sifat-
sifatnya (Abu Muhammad
Jibril Abdurrahman)
Al Quran dan terjemahnya
Depag

Rabu, Januari 19, 2011

Ta'aruf

Taaruf
Taaruf adalah kegiatan
bersilaturahmi, kalau pada masa ini
kita bilang berkenalan bertatap
muka, atau main/bertamu ke rumah
seseorang dengan tujuan
berkenalan dengan penghuninya.
Bisa juga dikatakan bahwa tujuan
dari berkenalan tersebut adalah
untuk mencari jodoh. Taaruf bisa
juga dilakukan jika kedua belah pihak
keluarga setuju dan tinggal
menunggu keputusan anak untuk
bersedia atau tidak untuk dilanjutkan
ke jenjang khitbah - taaruf dengan
mempertemukan yang hendak
dijodohkan dengan maksud agar
saling mengenal.
Sebagai sarana yang objektif dalam
melakukan pengenalan dan
pendekatan, taaruf sangat berbeda
dengan pacaran. Taaruf secara
syar`i memang diperintahkan oleh
Rasulullah SAW bagi pasangan yang
ingin nikah. Perbedaan hakiki antara
pacaran dengan ta ’aruf adalah dari
segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan
pacaran lebih kepada kenikmatan
sesaat, zina, dan maksiat. Taaruf
jelas sekali tujuannya yaitu untuk
mengetahui kriteria calon pasangan.
Proses taaruf
Dalam upaya ta’aruf dengan calon
pasangan, pihak pria dan wanita
dipersilakan menanyakan apa saja
yang kira-kira terkait dengan
kepentingan masing-masing nanti
selama mengarungi kehidupan. Tapi
tentu saja semua itu harus dilakukan
dengan adab dan etikanya. Tidak
boleh dilakukan cuma berdua saja.
Harus ada yang mendampingi dan
yang utama adalah wali atau
keluarganya. Jadi, taaruf bukanlah
bermesraan berdua, tapi lebih
kepada pembicaraan yang bersifat
realistis untuk mempersiapkan
sebuah perjalanan panjang berdua.
Tujuan taaruf
Taaruf adalah media syar`i yang
dapat digunakan untuk melakukan
pengenalan terhadap calon
pasangan. Sisi yang dijadikan
pengenalan tidak hanya terkait
dengan data global, melainkan juga
termasuk hal-hal kecil yang menurut
masing-masing pihak cukup
penting. Misalnya masalah
kecantikan calon istri, dibolehkan
untuk melihat langsung wajahnya
dengan cara yang seksama, bukan
cuma sekedar curi-curi pandang
atau ngintip fotonya. Justru Islam
telah memerintahkan seorang calon
suami untuk mendatangi calon
istrinya secara langsung face to face,
bukan melalui media foto, lukisan
atau video.
Karena pada hakikatnya wajah
seorang wanita itu bukan aurat, jadi
tidak ada salahnya untuk dilihat.
Khusus dalam kasus taaruf, yang
namanya melihat wajah itu bukan
cuma melirik-melirik sekilas, tapi
kalau perlu dipelototi dengan
seksama. Periksalah apakah ada
jerawat numpang tumbuh di sana.
Begitu juga dia boleh meminta
diperlihatkan kedua telapak tangan
calon istrinya. Juga bukan melihat
sekilas, tapi melihat dengan
seksama. Karena telapak tangan
wanita bukanlah termasuk aurat.
Manfaat Taaruf
Selain urusan melihat fisik, taaruf
juga harus menghasilkan data yang
berkaitan dengan sikap, perilaku,
pengalaman, cara kehidupan dan
lain-lainnya. Hanya semua itu harus
dilakukan dengan cara yang benar
dan dalam koridor syariat Islam.
Minimal harus ditemani orang lain
baik dari keluarga calon istri atau dari
calon suami. Sehingga tidak
dibenarkan untuk pergi jalan-jalan
berdua, nonton, boncengan,
kencan, nge-date dan seterusnya
dengan menggunakan alasan taaruf.
Janganlah ta`aruf menjadi pacaran,
sehingga tidak terjadi khalwat dan
ikhtilath antara pasangan yang
belum jadi suami-istri ini.

Definisi Ikhlas

Tentu kita sering mendengar orang
menyebut-nyebut kata ikhlas.
Namun banyak orang yang tidak
memahami apa sebenarnya hakekat
dari istilah ”ikhlas” ini. Untuk lebih
jelasnya mungkin bisa kita lihat dari
kisah berikut ini :
Rasulullah Saw. Menatap satu
persatu para sahabat yang sedang
berkumpul dalam majelis. Suasana
sangat hening. Tiba-tiba ada
seorang hadirin yang berkata, ”Ya
Rasulullah, bila pertanyaanku ini
tidak menimbulkan kemarahan bagi
Allah, sudilah kiranya engkau
menjawabnya.” Apa yang hendak
engkau tanyakan itu?” tanya
Rasulullah dengan nada suara yang
begitu lembut. Dengan sikap yang
agak tegang, si sahabat itu pun
bertanya, ”Siapakah di antara kami
yang akan menjadi ahli surga?.”
Pertanyaan yang sungguh
keterlaluan, setengah sahabat
menilainya mengandung ’ujub
(bangga atas diri sendiri) atau riya’
dan tidak sedikit yang murka.
Adalah Umar bin Khattab yang
sudah terlebih dahulu bereaksi,
bangkit untuk menghardik si
penanya. Untunglah rasulullah Saw.
menoleh ke arahnya sambil
memberi isyarat untuk menahan
diri.
Rasulullah menatap ramah. Beliau
menjawab dengan tenangnya,
”Engkau lihatlah ke pintu, sebentar
lagi otang itu akan muncul.” Lalu,
setiap mata menoleh ke ambang
pintu, dan setiap hati bertanya-tanya
siapa gerangan orang hebat yang
disebut Rasulullah sebagai ahli surga
itu.
Namun, manakala orang itu
mengucapkan salam kemudian
menggabungkan diri ke dalam
majelis, keheranan semakin
bertambah. Sosok tubuh itu tidak
lebih dari seorang pemuda
sederhana. Ia adalah wajah yang
tidak pernah mengangkat kepala bila
tidak ditanya dan tidak pernah
membuka suara bila tidak diminta.
Ia bukan pula termasuk dalam daftar
sahabat dekat rasulullah.
Apa kehebatan pemuda ini? Setiap
sahabat penasaran menunggu
penjelasan rasululllah Saw.
Menghadapi kebisuan ini, Rasulullah
Saw bersabda, ”Setiap gerak-gerik
dan langkah perbuatannya hanya ia
ikhlaskan semata-mata
mengharapkan ridha Allah. Itulah
yang membuat Allah
menyukainya.”
Bagai duri tajam yang menusuk
dada, semua yang hadir tersentak.
Ikhlas, alangkah indahnya makna
yang terkandung di dalamnya.
Ikhlas bersih dari segala maksud
pribadi, dari segala pamrih dan riya’,
mengharap pujian dari orang, bebas
dari perhitungan untung rugi
material. Ikhlas bersih dari segala hal
yang tidak disukai Allah. Ikhlas
dalam menjadikan Allah sebagai
pencipta, pemilik, pemelihara, dan
penguasa alam raya. Ikhlas dalam
menjadikan Allah sebagai satu-
satunya zat yang diharapkan,
ditakuti, dicintai, diikuti. Satu-satunya
zat yang diabdi dan disembah.
Ikhlas menerima Muhammad Saw.
sebagai teladan, penjelas,
penyampai risalah Islam yang
sempurna, dan ikhlas menerima Al-
Qur’an sebagai pedoman hidup.
Ikhlas adalah salah satu tiang akhlak
islami, tanpa itu maka amal akan
lenyap, tak ada manfaat. Jadi ikhlas
adalah kualitas tertinggi kemurnian
hati, hanya karena Allah dan untuk
Allah. Dalam setiap perbuatan, kita
dituntut untuk selalu ikhlas. Ikhlas
sebelum melakukan amal, ketika
sedang, dan setelah melakukannya.
Contohnya, ketika kita akan bekerja
maka kita niatkan hanya untuk Allah,
dan sesudah bekerja pun kita tetap
mengingat-ingat bahwa bekerja
yang baru saja kita lakukan ikhlas
karena Allah.
Dalam sebuah hadis lain Rasulullah
bersabda, ''Ana madiinatul ilmi
(sayalah kota segala ilmu). Tetapi,
ada satu pertanyaan, yang
Rasullullah tidak langsung
menjawabnya. ”Apa gerangan
pertanyaan itu sehingga Rasulullah
harus meminta waktu,
mengernyitkan kening dan
memeras otak?” ''Wahai Baginda
Rasul apa yang dimaksud dengan
ikhlas?”, tanya seorang sahabatnya.
Setelah berdiam, Rasulullah
memusatkan perhatian, dan
menyampaikan pertanyaan serupa
kepada Malaikat Jibril As. ''Aku
bertanya kepada Jibril As tentang
ikhlas, apakah ikhlas itu?'' Lalu Jibril
bertanya kepada Tuhan Yang Maha
Suci tentang ikhlas, apakah
sebenarnya? Allah SWT menjawab
Jibril dengan berfirman, ''Suatu
rahasia dari rahasia-Ku yang Aku
tempatkan di hati hamba-hamba-Ku
yang Ku-cintai.''
Kalau gambaran ikhlas itu
sebagaimana diajarkan Allah melalui
Jibril yang disampaikan kepada
Baginda Rasul tersebut, maka betapa
banyaknya di antara kita yang tidak
memilikinya. Sebab, hanya hamba-
hamba yang dicintai Allah saja yang
dapat memiliki ''makhluk'' ikhlas ini.
Menurut Imam al-Qusyairi an-
Naisabury, bila seseorang memiliki
sifat ikhlas, ia akan menjadikan Allah
sebagai satu-satunya tujuan hidup.
Apa yang dilakukan semata-mata
untuk Allah meski yang dia perbuat
untuk mengurangi penderitaan
sesama manusia. Ia akan selalu
membantu orang, dengan alasan
karena Allah memang Dzat yang
senang membantu. Ia akan bekerja
kalau Allah yang menjadi tujuannya.
Wallahul Hadi.