KAJIAN

MUTHOLA'AH - HAKIKAT
AKHLAK (Telaah Menurut
Kitab Ihya ‘Ulumuddin)
Hakikat pengertian budi pekerti atau
akhlak menurut Imam Al-Ghozali
dalam kitabnya, Ihya ‘Ulumuddin
ialah suatu bentuk dari jiwa yang
benar-benar telah meresap dan dari
situlah timbul berbagai perbuatan
secara spontan, tanpa dibuat-buat,
dan tanpa membutuhkan pemikiran
untuk bertindak. Apabila dalam
dirinya timbul perbuatan baik dan
terpuji menurut pandangan syariat
dan akal pikiran, maka dinamakan
akhlakul karimah atau budi pekerti
yang luhur. Sebaliknya apabila yang
timbul adalah kelakuan-kelakuan
yang buruk maka dinamakan
akhlakul mazmumah atau budi yang
tercela.
Akhlak bukanlah perbuatan secara
fisik. Akhlak lebih kepada jiwa yang
tidak secara konkret. Perumpamaan
dari pernyataan ini adalah apabila
orang yang dasar budinya pemurah
tapi ia kebetulan tidak memiliki apa-
apa untuk didermakan dan ia tidak
bisa disebut sebagai orang yang
kikir atau pelit. Sebaliknya, ada orang
yang memiliki sifat dasar kikir,
namun dia suka memberi karena
ada suatu dorongan seperti ria maka
orang yang seperti ini tidak bisa
disebut sebagai orang yang
dermawan. Akhlak bukan pula suatu
kekuatan atau daya untuk
melakukan sesuatu. Akhlak lebih
cenderung kepada fitrah manusia
yang tentunya dipengaruhi oleh
pendidikan dan lingkungan.
Kesempurnaan akhlak tercipta dan
terwujud dalam rupa batin seorang
insan. Ada empat syarat yang harus
diseimbangkan dalam
penyempurnaan keindahan batin.
Keempat syarat tersebut yaitu :
pertama, daya ilmu,,kedua,
kekuatan mengendalikan
amarah.ketiga, kekuatan
mengendalikan hawa nafsu, dan
terakhir, menyeimbangkan ketiga
sifat tersebut.
Daya ilmu menjadi sempurna bila
kita bisa membedakan hal yang
benar dan hal yang salah. Bila daya
ilmu sudah tumbuh, dengan
sendirinya akan melahirkan hikmah
kibijaksanaan yang merupakan
puncak dari budi yang luhur.
Dengan hikmah kebijaksanaan,
amarah dan hawa nafsu akan lebih
terkendali sesuai dengan batas-batas
syariat agama. Tenaga untuk
menyeimbangkan ketiga hal
tersebut berada dibawah petunjuk
akal dan syariat.
Allah swt berfirman :
“ Dan barang siapa yang diberi
hikmah, sungguh telah diberi
kebijaksanaan yang banyak ( Al-
Baqoroh : 269 ).
Dalam hal ini akal merupakan
penasihat yang jujur sedangkan
daya adalah pelaksana yang sesuai
dengan petunjuk daya pikir. Marah
adalah tempat terlaksananya
petunjuk akal. Untuk bisa menguasai
amarah, diperlukan latihan
pengendalian diri dan tidak menuruti
emosi. Sama halnya dengan hawa
nafsu. Maka barang siapa yamg
memiliki semua sifat tersebut secara
seimbang, dialah orang yang
berakhlak secara mutlak. Jika hanya
sebagian yang seimbang, maka
hanya termasuk berakhlak baik
dalam hal-hal tertentu saja atau
hanya cantik sebagian.
Adapun sumber dari segala akhlak
yaitu, pertama, hikmah yaitu
keadaan jiwa seseorang yang bisa
menemukan hal-hal yang benar dan
menjauhi hal-hal yang salah, kedua,
keberanian yaitu keadaan seseorang
yang memiliki sifat marah yang
dituntun oleh akal pikiran untuk
terus maju atau mengekangnya,
ketiga, kelapangan dada yaitu suatu
usaha untuk mendidik nafsu
syahwat dengan akal pikiran dan
syariat, dan terakhir adalah keadilan
yaitu keadaan jiwa ynag dapat
membimbing amarah dan nafsu
sesuai dengan hikmah
kebijaksanaan.
Sifat mulia lainnya hanya cabang
dari empat sifat tersebut dan tidak
ada orang yang bisa mencapai
kesempurnaan ahlak kecuali
Rosululloh saw. Namun, kita sebagai
umat Muhammad haruslah
berusaha untuk mendekati sifat
kesempurnaan itu. Wallohua’lam
bishoab.