Rabu, Januari 19, 2011

Definisi Ikhlas

Tentu kita sering mendengar orang
menyebut-nyebut kata ikhlas.
Namun banyak orang yang tidak
memahami apa sebenarnya hakekat
dari istilah ”ikhlas” ini. Untuk lebih
jelasnya mungkin bisa kita lihat dari
kisah berikut ini :
Rasulullah Saw. Menatap satu
persatu para sahabat yang sedang
berkumpul dalam majelis. Suasana
sangat hening. Tiba-tiba ada
seorang hadirin yang berkata, ”Ya
Rasulullah, bila pertanyaanku ini
tidak menimbulkan kemarahan bagi
Allah, sudilah kiranya engkau
menjawabnya.” Apa yang hendak
engkau tanyakan itu?” tanya
Rasulullah dengan nada suara yang
begitu lembut. Dengan sikap yang
agak tegang, si sahabat itu pun
bertanya, ”Siapakah di antara kami
yang akan menjadi ahli surga?.”
Pertanyaan yang sungguh
keterlaluan, setengah sahabat
menilainya mengandung ’ujub
(bangga atas diri sendiri) atau riya’
dan tidak sedikit yang murka.
Adalah Umar bin Khattab yang
sudah terlebih dahulu bereaksi,
bangkit untuk menghardik si
penanya. Untunglah rasulullah Saw.
menoleh ke arahnya sambil
memberi isyarat untuk menahan
diri.
Rasulullah menatap ramah. Beliau
menjawab dengan tenangnya,
”Engkau lihatlah ke pintu, sebentar
lagi otang itu akan muncul.” Lalu,
setiap mata menoleh ke ambang
pintu, dan setiap hati bertanya-tanya
siapa gerangan orang hebat yang
disebut Rasulullah sebagai ahli surga
itu.
Namun, manakala orang itu
mengucapkan salam kemudian
menggabungkan diri ke dalam
majelis, keheranan semakin
bertambah. Sosok tubuh itu tidak
lebih dari seorang pemuda
sederhana. Ia adalah wajah yang
tidak pernah mengangkat kepala bila
tidak ditanya dan tidak pernah
membuka suara bila tidak diminta.
Ia bukan pula termasuk dalam daftar
sahabat dekat rasulullah.
Apa kehebatan pemuda ini? Setiap
sahabat penasaran menunggu
penjelasan rasululllah Saw.
Menghadapi kebisuan ini, Rasulullah
Saw bersabda, ”Setiap gerak-gerik
dan langkah perbuatannya hanya ia
ikhlaskan semata-mata
mengharapkan ridha Allah. Itulah
yang membuat Allah
menyukainya.”
Bagai duri tajam yang menusuk
dada, semua yang hadir tersentak.
Ikhlas, alangkah indahnya makna
yang terkandung di dalamnya.
Ikhlas bersih dari segala maksud
pribadi, dari segala pamrih dan riya’,
mengharap pujian dari orang, bebas
dari perhitungan untung rugi
material. Ikhlas bersih dari segala hal
yang tidak disukai Allah. Ikhlas
dalam menjadikan Allah sebagai
pencipta, pemilik, pemelihara, dan
penguasa alam raya. Ikhlas dalam
menjadikan Allah sebagai satu-
satunya zat yang diharapkan,
ditakuti, dicintai, diikuti. Satu-satunya
zat yang diabdi dan disembah.
Ikhlas menerima Muhammad Saw.
sebagai teladan, penjelas,
penyampai risalah Islam yang
sempurna, dan ikhlas menerima Al-
Qur’an sebagai pedoman hidup.
Ikhlas adalah salah satu tiang akhlak
islami, tanpa itu maka amal akan
lenyap, tak ada manfaat. Jadi ikhlas
adalah kualitas tertinggi kemurnian
hati, hanya karena Allah dan untuk
Allah. Dalam setiap perbuatan, kita
dituntut untuk selalu ikhlas. Ikhlas
sebelum melakukan amal, ketika
sedang, dan setelah melakukannya.
Contohnya, ketika kita akan bekerja
maka kita niatkan hanya untuk Allah,
dan sesudah bekerja pun kita tetap
mengingat-ingat bahwa bekerja
yang baru saja kita lakukan ikhlas
karena Allah.
Dalam sebuah hadis lain Rasulullah
bersabda, ''Ana madiinatul ilmi
(sayalah kota segala ilmu). Tetapi,
ada satu pertanyaan, yang
Rasullullah tidak langsung
menjawabnya. ”Apa gerangan
pertanyaan itu sehingga Rasulullah
harus meminta waktu,
mengernyitkan kening dan
memeras otak?” ''Wahai Baginda
Rasul apa yang dimaksud dengan
ikhlas?”, tanya seorang sahabatnya.
Setelah berdiam, Rasulullah
memusatkan perhatian, dan
menyampaikan pertanyaan serupa
kepada Malaikat Jibril As. ''Aku
bertanya kepada Jibril As tentang
ikhlas, apakah ikhlas itu?'' Lalu Jibril
bertanya kepada Tuhan Yang Maha
Suci tentang ikhlas, apakah
sebenarnya? Allah SWT menjawab
Jibril dengan berfirman, ''Suatu
rahasia dari rahasia-Ku yang Aku
tempatkan di hati hamba-hamba-Ku
yang Ku-cintai.''
Kalau gambaran ikhlas itu
sebagaimana diajarkan Allah melalui
Jibril yang disampaikan kepada
Baginda Rasul tersebut, maka betapa
banyaknya di antara kita yang tidak
memilikinya. Sebab, hanya hamba-
hamba yang dicintai Allah saja yang
dapat memiliki ''makhluk'' ikhlas ini.
Menurut Imam al-Qusyairi an-
Naisabury, bila seseorang memiliki
sifat ikhlas, ia akan menjadikan Allah
sebagai satu-satunya tujuan hidup.
Apa yang dilakukan semata-mata
untuk Allah meski yang dia perbuat
untuk mengurangi penderitaan
sesama manusia. Ia akan selalu
membantu orang, dengan alasan
karena Allah memang Dzat yang
senang membantu. Ia akan bekerja
kalau Allah yang menjadi tujuannya.
Wallahul Hadi.

Tidak ada komentar: