Selasa, November 23, 2010

Definisi alqur'an

Ta’riful Qur’an
Menurut bahasa, “Qur’an”
berarti “bacaan”, pengertian
seperti ini dikemukakan
dalam Al-Qur’an sendiri
yakni dalam surat Al-
Qiyamah, ayat 17-18:
“Sesungguhnya
mengumpulkan Al-Qur’an (di
dalam dadamu) dan
(menetapkan) bacaannya
(pada lidahmu) itu adalah
tanggungan kami. (Karena
itu), jika kami telah
membacakannya, hendaklah
kamu ikuti bacaannya”.
Adapun menurut istilah Al-
Qur’an berarti: “Kalam Allah
yang merupakan mu’jizat
yang diturunkan kepada nabi
Muhammad, yang
disampaikan secara
mutawatir dan membacanya
adalah ibadah”.
Kalamullah
Al-Qur’an adalah kalamullah,
firman Allah ta’ala. Ia
bukanlah kata-kata manusia.
Bukan pula kata-kata jin,
syaithan atau malaikat. Ia
sama sekali bukan berasal
dari pikiran makhluk, bukan
syair, bukan sihir, bukan pula
produk kontemplasi atau
hasil pemikiran filsafat
manusia. Hal ini ditegaskan
oleh Allah ta’ala dalam Al-
Qur’an surat An-Najm ayat
3-4:
“…dan tiadalah yang
diucapkannya itu (Al-Qur’an)
menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu
yang diwahyukan
(kepadanya)…”
Tentang kesucian dan
keunikan Al-Qur’an ini
perhatikanlah kesaksian
objektif Abul Walid[1]
seorang jawara sastra pada
masa Nabi saw: “Aku belum
pernah mendengar kata-kata
yang seindah itu. Itu
bukanlah syair, bukan sihir
dan bukan pula kata-kata ahli
tenung. Sesungguhnya Al-
Qur’an itu ibarat pohon yang
daunnya rindang, akarnya
terhujam ke dalam tanah.
Susunan kata-katanya manis
dan enak didengar. Itu
bukanlah kata-kata manusia,
ia tinggi dan tak ada yang
dapat mengatasinya.”
Demikian pernyataan Abul
Walid.
Mu’jizat
Mu’jizat artinya suatu perkara
yang luar biasa, yang tidak
akan mampu manusia
membuatnya karena hal itu
di luar kesanggupannya.
Mu’jizat itu dianugerahkan
kepada para nabi dan rasul
dengan maksud menguatkan
kenabian dan kerasulannya,
serta menjadi bukti bahwa
agama yang dibawa oleh
mereka benar-benar dari
Allah ta’ala.
Al-Qur’an adalah mu’jizat
terbesar Nabi Muhammad
saw. Kemu’jizatannya itu
diantaranya terletak pada
fashahah dan balaghah-nya,
keindahan susunan dan gaya
bahasanya yang tidak ada
tandingannya. Karena gaya
bahasa yang demikian itulah
Umar bin Khatthab masuk
Islam setelah mendengar Al-
Qur’an awal surat Thaha
yang dibaca oleh adiknya
Fathimah. Abul Walid,
terpaksa cepat-cepat pulang
begitu mendengar beberapa
ayat dari surat Fushshilat.[2]
Karena demikian tingginya
bahasa Al-Qur’an, mustahil
manusia dapat membuat
susunan yang serupa
dengannya, apalagi
menandinginya. Orang yang
ragu terhadap kebenaran Al-
Qur’an sebagai firman Allah
ditantang oleh Allah ta’ala:
“Dan jika kamu (tetap) dalam
keraguan tentang Al-Quran
yang kami wahyukan kepada
hamba kami (Muhammad)
buatlah satu surat (saja) yang
semisal Al-Qur’an itu dan
ajaklah penolong-
penolongmu selain Allah, jika
kamu orang-orang yang
memang benar.” (QS. Al-
Baqarah: 23)
Allah sendiri kemudian
menegaskan bahwa tidak
akan pernah ada seorang
pun yang mampu
menjawab tantangan ini (QS.
2: 24). Bahkan seandainya
bekerjasama jin dan manusia
untuk membuatnya, tetap
tidak akan sanggup (QS. 17:
88).
Selain itu, kemukjizatan Al-
Qur’an juga terletak pada
isinya. Perhatikanlah, sampai
saat ini Al-Qur’an masih
menjadi sumber rujukan
utama bagi para pengkaji
ilmu sosial, sains, bahasa,
atau ilmu-ilmu lainnya.
Menurut Miftah Faridl, banyak
ayat-ayat Al-Qur’an yang
berhubungan dengan ilmu
pengetahuan dapat
meyakinkan kita bahwa Al-
Qur’an adalah firman Allah,
tidak mungkin ciptaan
manusia, apalagi ciptaan Nabi
Muhammad saw yang
ummi (7: 158) yang hidup
pada awal abad ke enam
Masehi (571-632 M)[3]
Berbagai kabar ghaib tentang
masa lampau (tentang
kekuasaan di Mesir, Negeri
Saba’, Tsamud, ‘Ad, Yusuf,
Sulaiman, Dawud, Adam,
Musa, dll) dan masa depan
pun menjadi bukti lain
kemu’jizatan Al-Qur’an.
Sementara itu jika kita
perhatikan cakupan
materinya, nampaklah
bahwa Al-Qur’an itu
mencakup seluruh aspek
kehidupan: masalah aqidah,
ibadah, hukum
kemasyarakatan, etika, moral
dan politik, terdapat di
dalamnya.
Al-Munazzalu ‘ala qalbi
Muhammad saw
Al-Qur’an itu diturunkan
khusus kepada Nabi
Muhammad saw. Sedangkan
kalam Allah yang diturunkan
kepada nabi-nabi selain Nabi
Muhammad saw—seperti
Taurat yang diturunkan
kepada Nabi Musa atau Injil
yang diturunkan kepada Nabi
Isa—tidak bisa dinamakan
dan disebut sebagai Al-
Qur’an. Demikian pula hadits
qudsi[4] tidak bisa disamakan
dengan Al-Qur’an.
Al-Qur’an diturunkan Allah
ta’ala kepada Nabi
Muhammad saw dengan
berbagai cara[5]:
1. Berupa impian
yang baik waktu
beliau
tidur.Kadang-
kadang wahyu itu
dibawa oleh
malaikat Jibril
dengan
menyerupai bentuk
manusia laki-laki,
lalu menyampaikan
perkataan (firman
Allah) kepada
beliau.
2. Kadang-kadang
malaikat pembawa
wahyu itu
menampakkan
dirinya dalam
bentuk yang asli
(bentuk malaikat),
lalu mewahyukan
firman Allah
kepada beliau.
3. Kadang-kadang
wahyu itu
merupakan bunyi
genta. Inilah cara
yang paling berat
dirasakan beliau.
4. Kadang-kadang
wahyu itu datang
tidak dengan
perantaraan
malaikat, melainkan
diterima langsung
dari Hadirat Allah
sendiri.
5. Sekali wahyu itu
beliau terima di
atas langit yang
ketujuh langsung
dari Hadirat Allah
sendiri.
Al-Manquulu bi-ttawaatir
Al-Qur’an ditulis dalam
mushaf-mushaf dan
disampaikan kepada kita
secara mutawatir
(diriwayatkan oleh banyak
orang), sehingga terpelihara
keasliannya. Berikut sekilas
sejarah pemeliharaan Al-
Qur’an sejak masa Nabi
hingga pembukuannya
seperti sekarang:
Pada masa Nabi Al-Qur’an
dihafal dan ditulis di atas
batu, kulit binatang, pelapah
tamar dan apa saja yang bisa
dipakai untuk ditulis.
Kemudian setahun sekali Jibril
melakukan repetisi (ulangan),
yakni dengan menyuruh
Nabi memperdengarkan Al-
Qur’an yang telah
diterimanya. Menurut
riwayat, di tahun beliau
wafat, ulangan diadakan oleh
Jibril dua kali.
Ketika Nabi wafat, Al-Qur’an
telah dihafal oleh ribuan
manusia dan telah ditulis
semua ayat-ayatnya dengan
susunan menurut tertib urut
yang ditunjukkan oleh Nabi
sendiri.
Berdasarkan usulan Umar
bin Khattab, pada masa
pemerintahan Abu Bakar
diadakan proyek
pengumpulan Al-Qur’an. Hal
ini dilatar belakangi oleh
peristiwa gugurnya 70 orang
penghafal Al-Qur’an dalam
perang Yamamah. Maka
ditugaskanlah Zaid bin Tsabit
untuk melakukan pekerjaan
tersebut. Ia kemudian
mengumpulkan tulisan Al-
Qur’an dari daun, pelapah
kurma, batu, tanah keras,
tulang unta atau kambing
dan dari sahabat-sahabat
yang hafal Al-Qur’an.
Dalam upaya pengumpulan
Al-Qur’an ini, Zaid bin Tsabit
bekerja sangat teliti.
Sekalipun beliau hafal Al-
Qur’an seluruhnya, tetapi
masih memandang perlu
mencocokkan hafalannya
dengan hafalan atau catatan
sahabat-sahabat yang lain
dengan disaksikan dua orang
saksi. Selanjutnya, Al-Qur’an
ditulis oleh Zaid bin Tsabit
dalam lembaran-lembaran
yang diikatnya dengan
benang, tersusun menurut
urutan ayat-ayatnya
sebagaimana yang telah
ditetapkan Rasulullah saw.
Pada masa Utsman terjadi
ikhtilaf tentang mushaf Al-
Qur’an, yakni berkaitan
dengan ejaan, qiraat dan
tertib susunan surat-surat.
Oleh karena itu atas usulan
Huzaifah bin Yaman, Utsman
segera membentuk panitia
khusus yang dipimpin Zaid
bin Tsabit beranggotakan
Abdullah bin Zubair, Saad bin
Ash dan Abdurrahman bin
Harits bin Hisyam untuk
melakukan penyeragaman
dengan merujuk kepada
lembaran-lembaran Al-
Qur’an yang ditulis pada
masa khalifah Abu Bakar
yang disimpan oleh Hafsah,
isteri Nabi saw.
Al-Qur’an yang dibukukan
oleh panitia ini kemudian
dinamai “Al-Mushaf” dan
dibuat lima rangkap. Satu
buah disimpan di Madinah—
dinamai “Mushaf Al-Imam”—
dan sisanya dikirim ke
Mekkah, Syiria, Basrah dan
Kufah. Sementara itu
lembaran-lembaran Al-
Qur’an yang ditulis sebelum
proyek ini segera
dimusnahkan guna
menyatukan kaum muslimin
pada satu mushaf, satu
bacaan[6], dan satu tertib
susunan surat-surat.
Al-Muta’abbadu
bitilawatih
Membaca Al-Qur’an itu
bernilai ibadah. Banyak sekali
hadits yang mengungkapkan
bahwa membaca Al-Qur’an
adalah merupakan bentuk
ibadah kepada Allah yang
memiliki banyak keutamaan,
diantaranya adalah:
“Bacalah Al-Qur’an, karena
sesungguhnya Allah akan
memberi pahala kepadamu
karena bacaan itu untuk
setiap hurufnya 10 kebajikan.
Saya tidak mengatakan
kepada kalian bahwa ‘Alif-
Laam-Mim’ itu satu huruf,
tetapi ‘alif’ satu huruf, ‘Laam’
satu huruf dan ‘Miim’ satu
huruf” (HR. Hakim).
“Bacalah Al-Qur’an, karena
sesungguhnya ia akan
menjadi cahaya bagimu di
bumi dan menjadi simpanan
(deposito amal) di
langit.” (HR. Ibnu Hibban).
“Orang yang mahir dalam
membaca Al-Qur’an
bersama para malaikat yang
mulia lagi taat. Dan
barangsiapa membaca Al-
Qur’an, sementara ada
kesulitan (dalam
membacanya), maka
baginya dua pahala. “ (HR.
Bukhari & Muslim)
***
[1] Abul Walid adalah
seorang sastrawan Arab
yang jarang bandingannya.
Suatu saat ia diperintahkan
para pemimpin Quraisy
untuk menghadap Nabi
Muhammad saw dengan
maksud membujuk beliau
supaya meninggalkan
dakwah Islam dengan janji
bahwa beliau akan diberi
pangkat, harta dan
sebagainya. Abul Walid
menyampaikan bujukannya
ini dan membacakan syair-
syair. Tapi kemudian Nabi
Muhammad saw
membacakan surat Fushilat
dari awal sampai akhir. Abul
Walid pun tertarik dan
terpesona mendengarkan
ayat itu sehingga ia
termenung memikirkan
keindahan gaya bahasanya.
Ia kemudian datang kepada
para pemimpin Quraisy dan
mengatakan kata-kata di atas.
[2] Pokok-pokok Ajaran
Islam, DR. Miftah Faridl,
Pustaka Bandung hal. 9.
[3] Di antara ayat-ayat
tersebut umpamanya QS.
39: 6, 6: 125, 23: 12-14, 51: 49,
41: 11: 41, 21: 30-33, 51:7, 49
dan lain-lain
[4] Menurut para ulama
hadits qudsi ialah: “Sesuatu
yang diberitakan Allah
kepada Nabi saw dengan
perantaraan Jibril, atau
dengan jalan ilham atau
mimpi waktu tidur, lalu oleh
beliau disampaikan kepada
ummat dengan lafadz dan
ucapan beliau sendiri,
berdasarkan taufiq dari Allah
ta’ala. Apabila Rasulullah saw
meriwayatkan hadits qudsi,
biasanya mengucapkan
“Qaala-Llahu ta’aala” (Allah
berfirman…), tapi firman itu
tidak dimasukkan dalam Al-
Qur’an. Begitu juga uslub-
nya (susunan kata) tidak
sama dengan uslub ayat-
ayat Al-Qur’an.
[5] Lihat Kelengkapan Tarikh
Muhammad (Gema Insani
Press) hal. 142-143.
[6] Bacaan (qiraat) yang
dikenal oleh masyarakat
muslim saat ini bermacam-
macam, tetapi bacaan yang
berbeda-beda itu tidak
berlawanan dengan ejaan
mushaf-mushaf Utsman.

Tidak ada komentar: