Senin, November 29, 2010

Definisi HIJRAH

Definisi Hijrah
Secara literal, kata al-
hijrah merupakan isim
(kata benda) dari fi'il
hajara, yang bermakna
dlidd al-washl (lawan dari
tetap atau sama). Bila
dinyatakan "al-muhajirah
min ardl ila
ardl" (berhijrah dari satu
negeri ke negeri lain);
maknanya adalah "tark
al-ulaa li al-tsaaniyyah" (
meninggalkan negeri
pertama menuju ke
negeri yang kedua).
[Imam al-Raziy, Mukhtaar
al-Shihaah, hal. 690;
Imam Qurthubiy, Tafsir al-
Qurthubiy, juz 3, hal.48].
Menurut istilah umum, al-
hijrah bermakna
berpindah (al-intiqaal)
dari satu tempat atau
keadaan ke tempat atau
keadaan lain, dan
tujuannya adalah
meninggalkan yang
pertama menuju yang
kedua. Adapun konotasi
hijrah menurut istilah
khusus adalah
meninggalkan negeri
kufur (daar al-Kufr), lalu
berpindah menuju negeri
Islam (daar al-Islam). [Al-
Jurjaniy, al-Ta'rifaat, juz 1,
hal 83]. Pengertian
terakhir ini juga
merupakan definisi
syar'iy dari kata al-hijrah.
Memaknai Tahun Baru
Hijriah
Tahun Hijriah dalam
sejarahnya bertitik tolak
dari peristiwa hijrah Nabi
Muhammad saw. dari
Makkah ke Madinah. Para
ulama memahami bahwa
Hijrah Nabi saw. itu
merupakan satu titik baru
pengembangan dakwah
menuju kondisi
masyarakat yang lebih
baik. Sebab, selama
berdakwah di Makkah,
Rasulullah saw. banyak
mengalami kendala
berupa tantangan dan
ancaman dari
masyarakatnya sendiri,
kaum kafir Quraisy.
Kondisi buruk itu terus
berlangsung selama
kurun waktu 13 tahun
sejak Nabi Muhammad
saw. menerima risalah
kerasulan. Pada saat
yang sama, di Madinah
dakwah Rasul saw.
mendapatkan sambutan
yang cukup baik. Beliau
pun melihat adanya
peluang bagi tegaknya
kekuasaan Islam di sana.
Oleh karena itu, Nabi saw.
pun—sesuai perintah
Allah—melakukan hijrah;
beliau meninggalkan
tanah kelahirannya di
Makkah menuju Madinah.
Di Madinahlah Rasulullah
saw. Berhasil
memantapkan dakwah
Islam sekaligus
menegakkan kekuasaan
Islam dalam institusi
Daulah Islamiyah.
Momentum Kebangkitan
Islam
Adalah ironis, apabila
umat Islam gagal
memanfaatkan tahun
baru Islam. Ini kerana,
keberadaan tahun hijriah
mempunyai konotasi
kepada perkembangan
Islam yang amat
signifikan. Ia adalah detik
permulaan era baru. Detik
hijrahnya nabi ke
Madinah yang akhirnya
ditandai dengan lahirnya
sebuah negara Islam.
Kemudian, dari saat itulah
Islam terus berkembang
sampai saat ini.
Firman Allah s.w.t lewat
surah an-Nahl ayat 41
yang bermaksud: “Dan
orang-orang yang
berhijrah kerena Allah,
sesudah mereka dianiaya
(ditindas oleh musuh-
musuh Islam), Kami akan
menempatkan mereka di
dunia ini pada tempatnya
yang baik,”
Sambutan tahun Hijriah
mestilah difahami dari
kaca mata yang Islam
kehendaki. Bukan hanya
dengan dendangan
nasyid ataupun
pengkisahan peristiwa
Hijrah saja, akan tetapi
yang lebih utama adalah
mengerti maksud dan
kehendak hijrah. Itulah
roh atau semangat hijrah
yang tidak akan padam
hingga kini.
Hakikatnya hijrah
mengandung arti :
pengorbanan, keikhlasan,
kekuatan, keyakinan dan
keberanian. Hijrah juga
mengandung unsur
kebijaksanaan,
perencanaan dan strategi;
namun akhirnya
meletakkan penyerahan
diri sepenuhnya kepada
Allah SWT. Itulah
dinamakan konsep usaha,
doa dan tawakal.
Lama sebelum terjadinya
hijrah, Nabi Muhammad
SAW sudah mengatur
strategi dengan
penduduk Madinah.
Beberapa kali perjanjian
telah dibuat, sehinggalah
nabi benar-benar
meyakini kesanggupan
mereka untuk menjadi
‘mitra kerja’ dan
‘pengikut’ yang setia.
Kemudian, nabi mengatur
kaedah paling baik dalam
melaksanakan hijrah,
sehingga mengaburkan
pihak musuh.
Cuba kita fikirkan, para
sahabat telah diminta
berhijrah terlebih dahulu
sedang nabi masih di
rumahnya. Ia
menyebabkan musuh-
musuh memberikan
tumpuan kepada nabi
dan sekaligus tidak begitu
mengganggu hijrah para
sahabat. Kemudian, nabi
juga merencanakan
beberapa strategi lain.
Siapakah yang akan tidur
di tempat tidur nabi, siapa
yang akan menjadi
pemandu dan apakah
kemungkinan-
kemungkinanyang bakal
terjadi.
Sejarah mencatat, betapa
keterlibatan anak muda
seperti Ali bin Abu Talib
dan Asma’ binti Abu
Bakar, adalah bukti
bahwa remaja adalah
aset yang mampu
menyumbang kepada
kebangkitan Islam.
Bahkan, keterlibatan
seorang lelaki yang
bukannya beragama
Islam, Abdullah bin Uraiqit
sebagai pemandu jalan,
juga membuktikan Islam
tidaklah memusuhi
semua orang-orang
bukan Islam. Bahkan
mereka yang baik boleh
diangkat sebagai kawan.
Begitu juga usaha nabi
dan Abu Bakar, yang
sengaja mengambil
haluan ke arah selatan
Mekah dan bukannya
arah Utara sebagaimana
biasa, kemudian menuju
Tihama berdekatan
pantai Laut Merah, adalah
satu strategi untuk
mengelabuhi musuh. Ia
mampu menimbulkan
perpecahan di kalangan
musuh yang bertengkar
dengan arah yang
diambil oleh nabi. Ia
menunjukkan, Islam
mementingkan
kebijaksanaan dalam
rancangan.
Kini, umat Islam tidak
perlu meraba-raba dalam
mencari arah dan
pedoman. Peristiwa hijrah
yang berlaku lebih dari
1400 tahun itu, sudah
menyediakan contoh
kepada kita. Seandainya
kita ingin maju, maka
mulailah dengan
perencanaan yang baik.
Namun perencanaan
yang baik, masih perlu
didukung dengan
pelaksanaan yang baik
pula dari semua pihak
dan juga harus disertai
dengan do’a dan
tawakkal kepada Allah
SWT.
Umat Islam juga
sewajarnya menobatkan
Tahun Islam ini sebagai
mukaddimah
membaharui azam dan
cita-cita. Apakah
sepanjang tahun lalu
sudah terealisasi segala
azam dan cita-cita itu
ataukah masih banyak
bersifat angan-angan
kosong belaka. Ini
kerena, berkat keazaman
dari Rasulullah SAW
melaksanakan hijrah,
maka kita mendapat
kebaikannya hingga kini.
Di samping itu, hijrah juga
menunjukkan Islam
mampu menyatukan
semua umat walaupun
berbeda keturunan.
Siapakah yang dapat
menyangkal, hijrah telah
menyatukan kaum
Anshar dan Muhajirin:
"Dan orang-orang yang
beriman dan berhijrah
serta berjihad pada jalan
Allah, dan orang-orang
yang memberi tempat
kediaman dan memberi
pertolongan (kepada
orang-orang muhajirin),
mereka Itulah orang-
orang yang benar-benar
beriman. mereka
memperoleh ampunan
dan rezki (nikmat) yang
mulia," (al-Anfal: 74)
Jelaslah, hijrah mampu
memberikan pedoman
buat kita sepanjang
zaman sebagai
momentum kebangkitan
Islam. Syaratnya, jika kita
mau menggali makna
hijrah yang hakiki. Jika
tidak, hijrah hanya tinggal
catatan sejarah belaka,
tanpa memberikan
perubahan yang
signifikan dalam hidup
dan kehidupan kita.
Wallahu A’lamu bishowab.

Tidak ada komentar: