Selasa, Maret 22, 2011

Syarat dan Rukun Wudhu

Wudhu (Arab: ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ al-wuḍū',
Persian:ﺁﺑﺪﺳﺖ ābdast, Turkish:
abdest, Urdu: ﻭﺿﻮ wazū') adalah
salah satu cara mensucikan anggota
tubuh dengan air. Seorang muslim
dwajibkan bersuci setiap akan
melaksanakan salat. Berwudhu bisa
pula menggunakan debu yang
disebut dengan tayammum.
Air yang boleh digunakan
Air hujan
Air sumur
Air terjun, laut atau sungai
Air dari lelehan salju atau es batu
Air dari tangki besar atau kolam
Air yang tidak boleh
digunakan
Air yang tidak bersih atau ada
najis
Air sari buah atau pohon
Air yang telah berubah warna,
rasa dan bau dan menjadi pekat
karena sesuatu telah direndam
didalamnya
Air dengan jumlah sedikit (kurang
dari 1000 liter), terkena sesuatu
yang tidak bersih seperti urin,
darah atau minuman anggur atau
ada seekor binatang mati
didalamnya
Air bekas Wudhu
Air bekas wudhu apabila sedikit,
maka tidak boleh digunakan, dan
termasuk sebagai air musta'mal,
sebagaimana hadits: Abdullah bin
Umar ra. Mengatakan, “Rasulullah
SAW telah bersabda: “Jika air itu
telah mencapai dua qullah, tidak
mengandung kotoran. Dalam lafadz
lain: ”tidak najis”. (HR Abu Dawud,
Tirmidhi, Nasa’i, Ibnu Majah)
Menurut pendapat 4 Mahzab:
1. Ulama Al-Hanafiyah
Menurut mazhab ini bahwa yang
menjadi musta ’mal adalah air yang
membasahi tubuh saja dan bukan
air yang tersisa di dalam wadah. Air
itu langsung memiliki hukum
musta ’mal saat dia menetes dari
tubuh sebagai sisa wudhu` atau
mandi. Air musta ’mal adalah air
yang telah digunakan untuk
mengangkat hadats (wudhu` untuk
salat atau mandi wajib) atau untuk
qurbah. Maksudnya untuk wudhu`
sunnah atau mandi sunnah.
Sedangkan air yang di dalam wadah
tidak menjadi musta’mal. Bagi
mereka, air musta’mal ini
hukumnya suci tapi tidak bisa
mensucikan. Artinya air itu suci tidak
najis, tapi tidak bisa digunakan lagi
untuk wudhu` atau mandi.
2. Ulama Al-Malikiyah
Air musta’mal dalam pengertian
mereka adalah air yang telah
digunakan untuk mengangkat
hadats baik wudhu` atau mandi.
Dan tidak dibedakan apakah wudhu`
atau mandi itu wajib atau sunnah.
Juga yang telah digunakan untuk
menghilangkan khabats (barang
najis). Dan sebagaimana Al-
Hanafiyah, mereka pun mengatakan
‘ bahwa yang musta’mal hanyalah
air bekas wudhu atau mandi yang
menetes dari tubuh seseorang.
Namun yang membedakan adalah
bahwa air musta ’mal dalam
pendapat mereka itu suci dan
mensucikan. Artinya, bisa dan sah
digunakan digunakan lagi untuk
berwudhu` atau mandi sunnah
selama ada air yang lainnya meski
dengan karahah (kurang disukai).
3. Ulama Asy-Syafi`iyyah
Air musta’mal dalam pengertian
mereka adalah air sedikit yang telah
digunakan untuk mengangkat
hadats dalam fardhu taharah dari
hadats. Air itu menjadi musta ’mal
apabila jumlahnya sedikit yang
diciduk dengan niat untuk wudhu`
atau mandi meski untuk untuk
mencuci tangan yang merupakan
bagian dari sunnah wudhu`. Namun
bila niatnya hanya untuk
menciduknya yang tidak berkaitan
dengan wudhu`, maka belum lagi
dianggap musta ’mal. Termasuk
dalam air musta’mal adalah air
mandi baik mandinya orang yang
masuk Islam atau mandinya mayit
atau mandinya orang yang sembuh
dari gila. Dan air itu baru dikatakan
musta ’mal kalau sudah lepas atau
menetes dari tubuh. Air musta’mal
dalam mazhab ini hukumnya tidak
bisa digunakan untuk berwudhu`
atau untuk mandi atau untuk
mencuci najis. Karena statusnya
suci tapi tidak mensucikan.
4. Ulama Al-Hanabilah
Air musta’mal dalam pengertian
mereka adalah air yang telah
digunakan untuk bersuci dari hadats
kecil (wudhu`) atau hadats besar
(mandi) atau untuk menghilangkan
najis pada pencucian yang terakhir
dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu
air tidak mengalami perubahan baik
warna, rasa maupun aromanya.
Selain itu air bekas memandikan
jenazah pun termasuk air
musta ’mal. Namun bila air itu
digunakan untuk mencuci atau
membasuh sesautu yang di luar
kerangka ibadah, maka tidak
dikatakan air musta ’mal. Seperti
menuci muka yang bukan dalam
rangkaian ibadah ritual wudhu`.
Atau mencuci tangan yang juga
tidak ada kaitan dengan ritual ibadah
wudhu`.
Air yang tersisa setelah binatang
haram meminumnya seperti
anjing, babi atau binatang
mangsa
Air yang tersisa oleh seseorang
yang telah mabuk karena anggur
Hukum
Wudhu wajib dilakukan ketika
hendak melakukan ibadah salat dan
thawaf. Sebagaimana firman Allah
SWT dan hadits berikut:
"Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan salat
maka basuhlah mukamu,
kedua tanganmu sampai siku
dan sapulah kepalamu serta
basuhlah kedua kakimu
sampai mata kaki." (Q.S. Al-
Maidah : 6).
"Dari Rasulullah saw. beliau
bersabda: Salat salah seorang
di antara kalian tidak akan
diterima apabila ia berhadas
hingga ia berwudu." (H.R.
Abu Hurairah ra).
Berwudhu sebelum membaca Al-
Qur'an, saat hendak tidur, dan
perbuatan baik lainnya hukumnya
adalah sunnat, dan makruh saat
akan tidur atau hendak makan
dalam keadaan junub.
Syarat
Ada 5 (lima) syarat untuk
berwudhu;
1. Islam
2. Sudah Baliqh
3. Tidak berhadas besar
4. Memakai air yang mutlak (suci
dan dapat dipakai mensucikan)
5. Tidak ada yang menghalangi
sampainya kekulit
Rukun
Rukun berwudhu ada 6 (enam);
1. Berniat untuk wudhu, dan
melafadzkan
"Nawaitul wudluua liraf'il hadatsil
ashghari fardlallillaahi ta'aalaa.",
artinya : "Aku niat berwudlu'
untuk menghilangkan hadats kecil
fardu karena Allah"
1. Membasuh muka (dengan
merata)
2. Membasuh tangan hingga sampai
dengan kedua siku (dengan
merata)
3. Mengusap sebagian kepala
4. Membasuh kaki hingga sampai
dengan kedua mata kaki (dengan
merata)
5. Tertib (berurutan)
Sempurna
Dalam mencapai kesempurnaan
wudhu, Rasulullah SAW telah
memberikan contoh yang
selayaknya kita ikuti, sebagaimana
kutipan hadits berikut:
Selesai salat Subuh, Rasulullah
SAW bertanya kepada Bilal:
"Wahai Bilal! Ceritakan kepadaku
tentang perbuatan yang paling
bermanfaat yang telah kamu
lakukan setelah memeluk Islam.
Karena semalam aku mendengar
suara langkah sandalmu di
depanku dalam surga". Bilal
berkata: "Aku tidak pernah
melakukan suatu amalan yang
paling bermanfaat setelah
memeluk Islam selain aku selalu
berwudu dengan sempurna pada
setiap waktu malam dan siang
kemudian melakukan salat sunat
dengan wudhuku itu sebanyak
yang Allah kehendaki". (H.R. Abu
Hurairah ra).
Berikut ini adalah cara
menyempurnakan wudhu, yang
mana termasuk hal-hal yang
disunnahkan:
Mendahulukan bagian tubuh yang
sebelah kanan
Mengulagi masing-masing
anggota wudhu sebanyak 3 (tiga)
kali
Tidak berbicara
Menghadap kiblat
Membaca basmalah (dalam hati
atau melafadzkannya)
Berniat untuk wudhu, dan
melafadzkan:
"Nawaitul wudluua liraf'il hadatsil
ashghari fardlallillaahi ta'aalaa"
artinya : "Aku niat berwudlu'
untuk menghilangkan hadats kecil
fardu karena Allah."
Membasuh telapak tangan sampai
pergelangan
Menggosok gigi (bersiwak)
Berkumur
Membersihkan hidung
(memasukkan air kehidung
kemudian dibuang kembali)
Membasuh muka (dengan
merata)
Membasuh tangan hingga sampai
dengan kedua siku (dengan
merata)
Mengusap sebagian kepala
Mengusap kedua telinga bagian
luar dan dalam
Membasuh kaki hingga sampai
dengan kedua mata kaki (dengan
merata)
Membaca doa sesudah
berwudhu.
"Asyhadu an laa ilaaha illalaahu
wa asyhadu anna Muhammadan
'abduhu wa Rasuuluh,
Allahummaj'alnii minat tawwaa
biinaa waj'alnii minal
mutathahhiriin.", artinya: "Aku
bersaksi bahwa Tidak ada Tuhan
selain Allah, dan aku bersaksi
bahwa sesungguhnya
Muhammad itu adalah hamba-
Nya dan rasul-Nya. Ya allah,
masukkanlah aku ke dalam
golongan orang-orang yang
bertaubat, dan masukkanlah ke
dalam golongan orang-orang
yang suci."
Kemudian dilanjutkan dengan
salat sunnat wudhu sebanyak 2
(dua) raka'at.
Bahwa Ia (Usman ra.) minta air
lalu berwudu. Ia membasuh
kedua telapak tangannya tiga kali
lalu berkumur dan mengeluarkan
air dari hidung. Kemudian
membasuh wajahnya tiga kali,
lantas membasuh tangan
kanannya sampai siku tiga kali,
tangan kirinya juga begitu. Setelah
itu mengusap kepalanya,
kemudian membasuh kaki
kanannya sampai mata kaki tiga
kali, begitu juga kaki kirinya.
Kemudian berkata: "Aku pernah
melihat Rasulullah saw. berwudu
seperti wuduku ini, lalu beliau
bersabda: Barang siapa yang
berwudu seperti cara wuduku ini,
lalu salat dua rakaat, di mana
dalam dua rakaat itu ia tidak
berbicara dengan hatinya sendiri,
maka dosanya yang telah lalu
akan diampuni." (H.R. Usman bin
Affan ra).
Tertib (berurutan)
Batal
Ada beberapa perkara atau hal yang
dapat membatalkan sah nya
wudhu, diantaranya adalah:
1. Keluar sesuatu dari dua pintu
(kubul dan dubur) atau salah satu
dari keduanya baik berupa
kotoran, air kencing , angin, air
mani atau yang lainnya.
2. Hilangnya akal, baik gila, pingsan
ataupun mabuk.
3. Bersentuhan kulit laki-laki dengan
kulit perempuan yang bukan
mahram.
4. Menyentuh kemaluan atau pintu
dubur dengan bathin telapak
tangan, baik milik sendiri maupun
milik orang lain. Baik dewasa
maupun anak-anak.
5. Tidur, kecuali apabila tidurnya
dengan duduk dan masih dalam
keadaan semula (tidak berubah
kedudukannya).

Tidak ada komentar: