Sabtu, Desember 11, 2010

Qadha&qadar

Takdir adalah ketentuan suatu
peristiwa yang terjadi di alam raya
ini yang meliputi semua sisi
kejadiannya baik itu mengenai kadar
atau ukurannya, tempatnya
maupun waktunya. Dengan
demikian segala sesuatu yang terjadi
tentu ada takdirnya, termasuk
manusia.1)
Takdir dalam agama
Islam
Umat Islam memahami takdir
sebagai bagian dari tanda kekuasaan
Tuhan yang harus diimani
sebagaimana dikenal dalam Rukun
Iman. Penjelasan tentang takdir
hanya dapat dipelajari dari informasi
Tuhan, yaitu informasi Allah melalui
Al Quran dan Al Hadits. Secara
keilmuan umat Islam dengan
sederhana telah mengartikan takdir
sebagai segala sesuatu yang sudah
terjadi.
Untuk memahami konsep takdir,
jadi umat Islam tidak dapat
melepaskan diri dari dua dimensi
pemahaman takdir. Kedua dimensi
dimaksud ialah dimensi ketuhanan
dan dimensi kemanusiaan.
Dimensi ketuhanan
Dimensi ini merupakan sekumpulan
ayat-ayat dalam Al Quran yang
menginformasikan bahwa Allah
maha kuasa menciptakan segala
sesuatu termasuk menciptakan
Takdir.
Dialah Yang Awal dan Yang
Akhir ,Yang Zhahir dan Yang
Bathin (Al Hadid / QS. 57:3). Allah
tidak terikat ruang dan waktu,
bagi-Nya tidak memerlukan
apakah itu masa lalu, kini atau
akan datang).
Dia (Allah) telah menciptakan
segala sesuatu dan sungguh
telah menetapkannya (takdirnya)
(Al-Furqaan / QS. 25:2)
Apakah kamu tidak tahu bahwa
Allah mengetahui segala sesuatu
yang ada di langit dan bumi.
Sesungguhnya itu semua telah
ada dalam kitab, sesungguhnya
itu sangat mudah bagi Allah (Al-
Hajj / QS. 22:70)
Dia menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya (Al Maa'idah /
QS. 5:17)
Kalau Dia (Allah) menghendaki
maka Dia memberi petunjuk
kepadamu semuanya (Al-
An'am / QS 6:149)
Allah menciptakan kamu dan apa
yang kamu perbuat (As-Safat /
37:96)
Dan hanya kepada Allah-lah
kesudahan segala urusan
(Luqman / QS. 31:22). Allah yang
menentukan segala akibat.
Dimensi kemanusiaan
Dimensi ini merupakan sekumpulan
ayat-ayat dalam Al Quran yang
meginformasikan bahwa Allah
memperintahkan manusia untuk
berusaha dengan sungguh-
sungguh untuk mencapai cita-cita
dan tujuan hidup yang dipilihnya.
Sesungguhnya Allah tidak
merobah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka
tak ada yang dapat menolaknya;
dan sekali-kali tak ada pelindung
bagi mereka selain Dia (Ar Ra'd /
QS. 13:11)
(Allah) Yang menjadikan mati
dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun
(Al Mulk / QS. 67:2)
Sesungguhnya orang-orang
yang beriman, orang-orang
Yahudi, Nasrani, Shabiin (orang-
orang yang mengikuti syariat
Nabi zaman dahulu, atau orang-
orang yang menyembah bintang
atau dewa-dewa), siapa saja di
antara mereka yang benar-benar
beriman kepada Allah dan hari
kemudian, dan beramal saleh,
maka mereka akan menerima
ganjaran mereka di sisi Tuhan
mereka, tidak ada rasa takut atas
mereka, dan tidak juga mereka
akan bersedih (Al-Baqarah / QS.
2:62). Iman kepada Allah dan hari
kemudian dalam arti juga
beriman kepada Rasul, kitab suci,
malaikat, dan takdir.
... barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman,
dan barangsiapa yang ingin
(kafir) biarlah ia kafir... (Al Kahfi /
QS. 18:29)
Implikasi Iman kepada Takdir
Kesadaran manusia untuk beragama
merupakan kesadaran akan
kelemahan dirinya. Terkait dengan
fenomena takdir, maka wujud
kelemahan manusia itu ialah
ketidaktahuannya akan takdirnya.
Manusia tidak tahu apa yang
sebenarnya akan terjadi.
Kemampuan berfikirnya memang
dapat membawa dirinya kepada
perhitungan, proyeksi dan
perencanaan yang canggih. Namun
setelah diusahakan realisasinya tidak
selalu sesuai dengan keinginannya.
Manuisa hanya tahu takdirnya
setelah terjadi.
Oleh sebab itu sekiranya manusia
menginginkan perubahan kondisi
dalam menjalani hidup di dunia ini,
diperintah oleh Allah untuk berusaha
dan berdoa untuk merubahnya.
Usaha perubahan yang dilakukan
oleh manusia itu, kalau berhasil
seperti yang diinginkannya maka
Allah melarangnya untuk menepuk
dada sebagai hasil karyanya sendiri.
Bahkan sekiranya usahanya itu
dinialianya gagal dan bahkan
manusia itu sedih bermuram durja
menganggap dirinya sumber
kegagalan, maka Allah juga
menganggap hal itu sebagai
kesombongan yang dilarang juga
(Al Hadiid QS. 57:23).
Kesimpulannya, karena manusia itu
lemah (antara lain tidak tahu akan
takdirnya) maka diwajibkan untuk
berusaha secara bersungguh-
sungguh untuk mencapai tujuan
hidupnya yaitu beribadah kepada
Allah. Dalam menjalani hidupnya,
manusia diberikan pegangan hidup
berupa wahyu Allah yaitu Al Quran
dan Al Hadits untuk ditaati.
Referensi
1) Al-Quran, QS.Yusuf [12];
Ayat:68
Pranala luar
( i d ) Wawasan Al Quran -
Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai
Persoalan Umat Oleh Dr. M.
Quraish Shihab, M.A.
( i d ) Takdir Allah tidak Kejam
- Artikel Oleh Abu Mushlih Ari
Wahyudi

Tidak ada komentar: